Tahukah Kamu Konon Katanya Banyak Konsumen Rokok Nikmati Rokok Murah di Tengah Tarif Cukai Yang Naik.

Selama rokok dikenakan cukai yang berbeda-beda, masyarakat seolah diberi insentif untuk memilih produk dengan harga yang lebih rendah.

Tahukah Kamu Konon Katanya Banyak Konsumen Rokok Nikmati Rokok Murah di Tengah Tarif Cukai Yang Naik.
Penurunan realisasi penerimaan negara dari CHT pada Januari-Mei 2023 sebesar 12,45 persen secara tahunan.

balikpapantv.co.id, BALIKPAPAN- Kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) yang terus mengalami kenaikan membuat para penikmat rokok dihadapkan pada pilihan yang sulit. Dengan harga rokok yang makin mahal, mereka harus memilih untuk mempertahankan selera merokok mereka atau beralih ke merk yang lebih murah dalam menikmati rokok.

Seperti yang dikonfirmasi oleh Menteri Keuangan (Menkeu) beberapa waktu lalu, adanya penurunan realisasi penerimaan negara dari CHT pada Januari-Mei 2023 sebesar 12,45 persen secara tahunan. Hal ini diakibatkan karena berkurangnya produksi rokok golongan I pada segmen sigaret kretek mesin (SKM) maupun sigaret putih mesin (SPM). Sedangkan di sisi lain rokok golongan di bawahnya justru mengalami peningkatan.

Ekonom Universitas Indonesia Vid Adrison menilai penurunan produksi pada golongan I terjadi karena turunnya permintaan pasar di golongan I. "Downtrading artinya ada kenaikan di golongan bawah, yakni di golongan II," ujarnya dalam keterangan, Senin (17/7). Hal ini merupakan dampak dari cukai berlapis. Produk dengan dengan tarif tertinggi harga jual eceran minimumnya pun paling tinggi.

Produk dengan tarif cukai lebih rendah, harga jual eceran minimumnya pun lebih rendah. Akibatnya, terjadi kesenjangan harga yang lebar antara rokok yang dikenai tarif tertinggi dengan rokok-rokok lain dengan tarif yang lebih rendah.

Dalam situasi ini pabrikan golongan bawah cerdik memanfaatkan hal tersebut. "Artinya, mereka memiliki kesempatan untuk menjual rokok lebih murah dibandingkan di golongan I. Ini yang mengakibatkan orang pindah dari golongan I ke golongan II," katanya.

Vid berpendapat bahwa selama rokok dikenakan cukai yang berbeda-beda, masyarakat seolah diberi insentif untuk memilih produk dengan harga yang lebih rendah. "Coba seandainya ada merek A harga Rp 30.000, merek B harga Rp 20.000 dengan rasa tidak jauh beda, kira-kira pilih yang mana? Teman-teman saya banyak yang dulunya mengonsumsi rokok golongan I pindah ke golongan II," kata Vid.