KPK Berantas Korupsi di Luar, Eh di Dalam KPK Ada Yang Korupsi Juga,Ya Udah Para Oknum “Disikat” Sendiri Sama KPK…Kok Bisa Ya?

15 orang dari rutan KPK, termasuk kepala dan staf, ditahan selama 20 hari di Polda Metro Jaya karena diduga melakukan pemerasan terhadap para tahanan. KPK melakukan tindakan ini sebagai bagian dari perbaikan internal dan melalui pemeriksaan internal dengan mengumpulkan semua informasi dan data. Kasus ini dimulai pada 2018 ketika seorang Petugas Keamanan, yang saat itu menjabat sebagai petugas di rutan, terlibat dalam kasus pemerasan yang dilakukan terhadap para tahanan. 

KPK Berantas Korupsi di Luar, Eh di Dalam KPK Ada Yang Korupsi Juga,Ya Udah Para Oknum “Disikat” Sendiri Sama KPK…Kok Bisa Ya?

balikpapantv.co.id- Sebanyak 15 orang dari kepala hingga staf rutan KPK telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan. Langkah ini diambil sebagai bentuk komitmen KPK dalam melakukan perbaikan internal, khususnya di lingkungan rutan cabang KPK. 

Selain itu, akan dilakukan pemeriksaan internal untuk menindaklanjuti adanya temuan dugaan pemerasan di rutan cabang KPK dengan mengumpulkan seluruh informasi dan data. 

Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur, mengumumkan hal ini pada konferensi pers beberapa waktu lalu. Para tersangka langsung ditahan di rumah tahanan Polda Metro Jaya selama 20 hari ke depan.

Di antara para tersangka adalah kepala dan staf rutan KPK seperti Achmad Fauzi, Hengki, Deden Rochendi, Sopian Hadi, Ristanta, Ari Rahman Hakim, Agung Nugroho, Eri Angga Permana, Muhammad Ridwan, Suharlan, Ramadhan Ubaidillah A, Mahdi Aris, Wardoyo, Muhammad Abduh, dan Ricky Rachmawanto.

"Untuk kebutuhan proses penyidikan, Tim Penyidik menahan para Tersangka dimaksud selama 20 hari pertama, terhitung 15 Maret 2024 s/d 3 April 2024 di Rutan Polda Metro Jaya," ucap Asep.

Menurut Asep, kasus ini bermula pada 2018 ketika Hengki, seorang PNYD yang ditugaskan sebagai Petugas Cabang Rutan, dan Deden Rochendi, seorang Petugas Keamanan yang merangkap Plt Kepala Cabang Rutan KPK, menjabat sebagai petugas di rutan. 

Pada sekitar tahun 2019, di sebuah kafe di wilayah Tebet, Jakarta Selatan, diadakan pertemuan yang dihadiri oleh DR yang saat itu menjabat sebagai Plt Kepala Cabang Rutan, HK, MR, RUA, dan RR. Mereka bertemu untuk menunjuk MR sebagai 'Lurah' di Rutan Cabang KPK pada Pomdam Jaya Guntur.

"MHA sebagai Lurah di Rutan Cabang KPK pada gedung Merah Putih dan SH sebagai Lurah di Rutan Cabang KPK pada gedung ACLC. Berlanjut hingga 2020, terjadi pergantian komposisi personel Lurah diantaranya WD, MA, RR dan RUA," ujar Asep.

Tugas MR sebagai Lurah adalah mengumpulkan dan membagikan sejumlah uang dari para tahanan di tiga Rutan Cabang KPK melalui koordinator tahanan yang disebut 'Korting'. Menurut Asep Guntur, inisiatif penunjukan Korting ini berasal dari HK dan dilanjutkan oleh AF saat menjabat sebagai Kepala Rutan Cabang KPK definitif pada tahun 2022. 

Para tersangka melakukan berbagai modus terhadap para tahanan, seperti memberikan fasilitas eksklusif berupa percepatan masa isolasi, layanan menggunakan handphone dan powerbank, serta memberikan informasi sidak.

Sementara itu, sebagian tahanan yang tidak atau terlambat menyetor uang diberikan perlakuan yang tidak nyaman. Di antaranya, kamar tahanan dikunci dari luar, pelarangan dan pengurangan jatah olahraga, serta memberikan tugas jatah jaga dan piket kebersihan yang lebih banyak. 

Menurut Asep, besaran uang untuk mendapatkan layanan tersebut bervariasi mulai dari Rp 300 ribu hingga Rp 20 juta. Uang tersebut disetorkan tunai atau melalui rekening bank penampung yang dikendalikan oleh Lurah dan Korting.

"Mengenai pembagian besaran uang yang diterima HK dkk juga bervariasi sesuai dengan posisi dan tugasnya yang dibagikan perbulan mulai dari Rp 500 ribu sampai dengan Rp 10 juta," pungkas Asep.

Para tersangka didakwa melanggar Pasal 12 huruf e Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sekaligus Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.