Usulan PJ Gubernur Kaltim, Mungkinkah Jokowi Ikut Cawe-Cawe, Ini Kata Pengamat?
Jika pusat ingin melanggengkan kekuasaan berarti akan mencari Pj yang bisa menunjang kemenangan orang yang akan direstui pihak istana baik Pilpres maupun Pileg.
balikpapantv.co.id, SAMARINDA-Masa jabatan Gubernur Kaltim Isran Noor dan Wakil Gubernur Kaltim, Hadi Mulyadi sudah mendekati purna tugas. Dimana pada September nanti, keduanya resmi memerintah di Kaltim selama 5 tahun.
Oleh sebab itu, sebelum kontestasi Pilkada digelar, tentu ada kekosongan jabatan yang terjadi. Tentunya hal ini akan diisi oleh Penjabat (Pj) yang diusulkan oleh DPRD Kaltim kepada Kementrian Dalam Negeri.
Melihat hal tersebut, Pengamat Politik dan Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Mulawarman (Unmul) Budiman, bahwa kedepan, pemilihan Pj di Kaltim akan lebih ketat dan kuat unsur muatan politik.
Ia melihat, ada dua alasan mendasar yang bisa menjadi penentuan pemerintah pusat dalam menentukan Pj Gubernur Kaltim. Pertaman ialah orientasi pusat, dimana jika pusat ingin melanggengkan kekuasaan berarti akan mencari Pj yang bisa menunjang kemenangan orang yang akan direstui pihak istana baik Pilpres maupun Pileg.
Namun jikalau pemerintah mengedepankan kestabilan dalam artian banyak hal, maka bisa jadi seperti yang ada di beberapa daerah di ndonesia. Pasti akan ada unsur kepolisian atau militer yang menjadi Pj Gubernur di beberapa daerah.
"Dua pertimbangan ini, Pj ini kan identik dengan pemerintahan transisi sebenarnya untuk kepemimpinan selanjutnya. Tergantung sebenarnya, dekat atau tidak dengan pusat, karena terkadang banyak diusulkan oleh daerah, tidak dipilih juga oleh pusat," ucapnya pada Selasa (20/6) kemarin.
Budiman menyebut, kalau yang menjadi dasar, kestabilan daerah dan keamanan, Kaltim juga mempunyai jenderal yang juga mantan Komandan Korem 091/ASN. "Bisa jadi komandan Korem yang kemarin (Brigjen TNI Dendi Suryadi) juga bisa kan dia juga orang daerah. Kemungkinan itu bisa jadi, saya tidak tahu kalau putra daerah yang dari kepolisian," bebernya.
Jika kepentingan politis, tentunya karena Kaltim sebagai lokasi IKN, tentu akan dicari orang yang mendukung keberlangsungan IKN. Ini juga bisa jadi pertimbangan, namun kalau dari nama dan siapa yang akan dipilih, tergantung lagi kepentingan pemerintah pusat.
Kaltim juga memiliki eselon tinggi yang juga pernah duduk di Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) M. Nurdin yang kini juga berkarir di pemerintah pusat.
Dirinya mencontohkan, Seperti di Pj Gubernur Papua, dimana pemerintah menunjuk mantan Kabaintelkam Polri Paulus Waterpauw untuk memimpin daerah tersebut dengan menstabilkan daerah yang kini masih terus berkonflik dengan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) OPM.
"Itu kan alasan kestabilan, meski dalam konteks lain menguatkan pusat untuk kepentingan Pilpres, alangkah bodohnya ketika menempatkan org yang berseberangan dengan pusat, logikanya begitu," katanya.
Sementara itu, santer nama pengganti Isran Noor sebagai Pj Gubernur Kaltim mencuat dan jadi perbincangan publik.
Tiga nama dengan latar belakang instansi serta memiliki pangkat dan golongan jabatan dengan berbagai pengalaman di pemerintahan kini mulai jadi obrolan.
DPRD Kaltim mengakui ada tiga nama yang masuk menjadi usulan ke pihaknya. Yaitu Dirjen Otda Kemendagri Dr Akmal Malik, Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag Kamaruddin Amin, dan Rektor Universitas Mulawarman.
DPRD Kaltim memiliki kewenangan guna memberikan rekomendasi nama-nama calon Pj Gubernur Kaltim kepada Kemendagri sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Penjabat Gubernur, Penjabat Bupati, dan Penjabat Wali Kota.
DPRD Kaltim melalui pimpinan, nantinya merekomendasikan 3 nama yang nantinya akan menggantikan Gubernur Isran Noor yang masa jabatannya akan berakhir pada pada 1 Oktober 2023 mendatang.
"Kalau saya dari 3 daftar nama itu ya bisa juga mantan Danrem, bisa Pak Kamarudin atau Pak Nurdin, atau Abdunnur, tetapi tidak pernah sama sekali saya lihat unsur akademik menjadi Pj Gubernur. Hanya dari kementerian, militer atau kepolisian, 3 unsur ini biasanya," terangnya.
Kasuistik lain bicara unsur politis dengan seksinya Kaltim sebagai Ibu Kota baru tentunya sama hal dengan penunjukkan Heru Budi Hartono sebagai Pj Gubernur DKI Jakarta, menggantikan Gubernur DKI Anies Baswedan yang telah habis masa jabatannya 2022 lalu.
Heru dilantik sebagai Pj Gubernur DKI oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian di Kantor Kementerian Dalam Negeri.
Ia sebelum menjadi Pj Gubernur DKI Jakarta menjabat sebagai Kepala Sekretariat Presiden Joko Widodo.
"Bisa melihat di DKI Jakarta, siapa yang menyangka Pj nya dia, cuman dia dekat dengan Jakarta (pernah berkiprah) dan ada dua kepentingan (politis) pemilihan gubernur setelah partai penguasa kalah, kemudian selanjutnya Pilpres-Pileg tentu juga harus mengamankan suara disitu, maka memang harus dekat, kalau pun putra daerah tetapi bukan dekat pasti agak berat," bebernya.
Hal ini juga harus diperhatikan di Bumi Mulawarman, Pj Gubernur Kaltim dari luar daerah ketika dekat dengan pemerintah dan bisa mengamankan di Kaltim tentu bisa jadi yang akan ditempatkan menjadi Pj.
Kalau putra daerah banyak yang potensial, tetapi irisan kestabilan keamanan dan mengamankan suara di Kaltim dengan IKN yang menurut Budiman satu irisan, tentu harus diisi orang tepat.
"Artinya yang ditunjuk di Kaltim harus orang kuat, kemudian yang ditunjuk di Kaltim bisa membangun komunikasi dengan stakeholder yang ada di seluruh lini di Kaltim, karena ada banyak hal yang dituju oleh pemerintah pusat," tegasnya.
Namun contoh kasus banyak yang diusulkan untuk menjadi Kepala Otorita, semua tokoh potensial di Kaltim. "Tetapi tidak ada satupun yang dipilih, justru orang lain, artinya ada kepentingan lain kan," tutupnya.