Serbuan Produk Tekstil Impor Menjadi Tantangan Menjelang Ramadan Bagi Industri Tekstil Indonesia
Industri tekstil dalam negeri masih tertekan oleh banyaknya produk tekstil impor yang masuk ke pasar dalam negeri. Asosiasi Produsen Serta dan Benang Filament Indonesia (APSYFI) mengungkapkan bahwa hal ini mendorong penurunan kinerja industri tekstil nasional. Dominasi produk impor juga dapat mempengaruhi pangsa pasar pada momen seperti Lebaran, di mana sekitar 60-70 persen barang yang beredar di pasaran adalah produk impor.
balikpapantv.co.id- Industri tekstil di dalam negeri masih menghadapi tekanan dari banyaknya produk tekstil impor yang masuk ke dalam pasar lokal. Karena itu, Asosiasi Produsen Serta dan Benang Filament Indonesia (APSYFI) menyebut bahwa performa industri tekstil nasional terus menurun. Ketua Umum APSYFI, yakni Redma Gita Wirawasta mengungkap dominasi produk impor dalam pasar dalam negeri membuat industri tekstil lokal mengalami posisi terburuk dalam dua dekade terakhir.
Ia mengatakan bahwa APSYFI tidak melakukan peramalan yang positif pada saat Ramadan dan Lebaran yang seharusnya menjadi salah satu momen penting bagi perusahaan tekstil. Wirawasta menambahkan bahwa harapan yang dimiliki sangatlah sedikit dan tidak seoptimis tahun-tahun sebelumnya karena adanya banyak produk impor.
Menurut Redma Wirawasta, dominasi produk impor juga mempengaruhi pangsa pasar saat momen Lebaran. Sekitar 60-70 persen barang yang beredar di pasaran tidak diproduksi secara lokal. Dia menambahkan bahwa masalah inti mengenai impor tekstil belum mendapat perhatian dari pemerintah.
”Sebetulnya, konsumsi tidak negatif, tetap ada pertumbuhan, tapi tidak terlalu besar. Pertumbuhan konsumsi yang tidak banyak itu diisi oleh barang-barang impor yang cukup besar, jadi penjualan domestik kita turun tajam,” bebernya.
Sementara itu, Febri Hendri Antoni Arif selaku Juru Bicara Kementerian Perindustrian memandang bahwa masalah dalam industri tekstil masih berkaitan dengan pengendalian impor. Ia berharap bahwa penjualan baju bekas impor ilegal atau thrifting tetap dikendalikan.
Febri juga menambahkan bahwa banyaknya produk pakaian bekas impor di pasaran nasional membuat produk tekstil lokal sulit untuk mencapai pasar. Selain itu, ia juga menyebut bahwa pada waktu pemilu kali ini, produk tekstil pun tidak digunakan dengan banyak.
”Produk yang dari manufaktur ini yang juga jadi pertanyaan. Sebab kalau pemilu Februari 2024 produksi naik di Desember, produksi dilakukan di Desember," tutur dia.
Febri menyatakan bahwa ada kemungkinan industri tekstil akan menghabiskan persediaan produk pada Februari sehingga produksinya tidak meningkat. Selain itu, turunnya permintaan pasar global juga menjadi faktor yang mempengaruhi kinerja industri tekstil.