Said Abdullah: Masyarakat Miskin Bukan Alat Kampanye di Pemilu
Ketua Badan Anggaran DPR RI, Said Abdullah, menjelaskan bahwa program Bansos adalah alat negara yang kebijakan dan penganggarannya diputuskan bersama DPR dan pemerintah. Dia memperingatkan agar bansos tidak dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk tujuan politik semata.

balikpapantv.co.id- Ketua Badan Anggaran DPR RI, Said Abdullah, menyatakan bahwa program bantuan sosial (Bansos) adalah alat negara yang kebijakan dan penganggarannya diputuskan bersama DPR dan pemerintah. Tidak ada klaim bahwa program Bansos adalah prakarsa atau keberhasilan kelompok tertentu. Bahkan presiden tidak dapat melaksanakan program Bansos tanpa persetujuan DPR, karena anggaran harus diputuskan bersama oleh kedua belah pihak.
"Bansos sebagai alat negara agar rakyatnya terentas dari kemiskinan, dan menjadi lebih berdaya. Itulah sebabnya di dalam paket paket bansos beragam rupa program, selain bantuan uang tunai, beras, tetapi juga beasiswa, dan uang pra kerja, serta kartu Indonesia sehat," terangnya.
Said mengemukakan bahwa tujuan kebijakan tersebut adalah agar rakyat miskin mendapatkan akses pemeriksaan kesehatan selain uang dan sembako. Hal ini bertujuan agar mereka dapat produktif karena memiliki kondisi tubuh yang sehat dan anak-anak mereka mendapatkan akses pendidikan yang lebih baik. Dengan pendidikan yang lebih baik, mereka nantinya akan memiliki kemampuan sehingga dapat menjadi produktif dan berpenghasilan lebih baik dari orang tua mereka. Oleh karena itu, hal ini adalah proses yang panjang dan tidak cukup hanya dengan memberikan Bansos selama setahun, sehingga mereka dapat menjadi sukses dan keluar dari situasi miskin.
"Saya sungguh sedih ketika kebijakan teknokratis yang mulia dari negara kemudian diprivatisasi oleh Bapak Presiden dan sebagian menterinya, seolah olah budi baik mereka. Terus terang saja, melonjaknya anggaran bansos Rp 496,8 triliun sungguh mengkhawatirkan dari sisi penyalahgunaan. Pada saat Covid-19 saja, di tahun 2020 anggaran perlindungan sosial hanya Rp 234,33 triliun, dan realisasinya Rp 216,59 triliun," tambah Said.
Said mengatakan pada masa Covid-19, ekonomi nasional hampir terhenti. Untuk itu, negara hanya membutuhkan belanja Bansos sebesar Rp216,59 triliun. Namun, situasi perekonomian nasional telah pulih, bahkan sejak tahun 2022. Said prihatin karena anggaran Bansos melonjak drastis dan tidak melibatkan Kementerian Sosial sebagai kementerian teknisnya. Dia juga merasa prihatin karena APBN yang dibahas berbulan-bulan tidak mempertimbangkan pelaksanaan seluruh tujuan pembangunan, seperti perbaikan infrastruktur, meningkatkan perumahan rakyat, kemandirian pangan, energi, perindustrian dan daya saingnya.
Seluruh tujuan pembangunan, seperti meningkatkan ekspor, sumber daya manusia melalui pendidikan, kesehatan, dan budaya, menghapuskan kemiskinan ekstrim, pemeliharaan keamanan dan pertahanan negara, semuanya mengalami pengurangan anggaran yang direlokasi ke program Bansos menjelang pemilu.
"Saya harapkan APBN 2024 ini kita jaga dengan sebenar benarnya agar sesuai tujuannya. Biarkanlah pemilu ini berjalan secara alamiah, sedemokratis mungkin, berjalan tanpa cawe cawe kekuasaan. Dari pemilu demokratis, pemenang pemilu akan memiliki legitimasi yang kuat memimpin Indonesia. Sebaliknya Indonesia bisa dikucilkan dari pergaulan internasional jika demokrasinya gagal," ungkap Said.
Menurut dia, untuk program bansos supaya berfungsi dengan efektif dan manfaat yang optimal dalam mengurangi kemiskinan, diperlukan teknokrasi yang dapat bekerja secara profesional dan berintegritas dengan perencanaan yang matang serta tidak dipengaruhi oleh kepentingan politik. Dia memperingatkan agar orang tidak menggunakan masyarakat miskin sebagai 'alat' untuk tujuan politik dan hanya melakukan pembagian sembako dan uang tunai tanpa perencanaan yang matang.
Dia menekankan bahwa cara tersebut tidak akan berhasil mengentaskan masyarakat miskin dari kemiskinan, tetapi hanya akan membuat mereka sebagai sasaran politik semata. Dia juga berharap agar penerima bansos tetap berpegang pada pandangan politik mereka sendiri, dan bahwa masyarakat miskin masih memiliki hak untuk menentukan pilihan politik mereka pada tahun 2024 dan tidak perlu khawatir tentang data mereka dihapus jika mereka tidak menerima bansos di masa depan.
"Tidak ada kaitannya penentuan hak suara dengan penghapusan bansos. Penentuan hak suara adalah hak politik semua warga negara, dan penerima bansos adalah hak ekonomi warga negara. Keduanya di jamin oleh hukum," pungkas pria yang juga menjabat Ketua DPD PDIP Jatim tersebut.