Masalah Kolam Bekas Lubang Tambang Kaltim Tak Pernah Berakhir, Tapi Malah Nyawa Yang Berakhir di Kolam Bekas Lubang Tambang.

Jatam menyebut dari 1404 PKP2B izin tidak ada yang melakukan reklamasi tambang.

Masalah Kolam Bekas Lubang Tambang Kaltim Tak Pernah Berakhir, Tapi Malah Nyawa Yang Berakhir di Kolam Bekas Lubang Tambang.
lubang tersebut berada dalam konsesi seluas 1.977,33 Hektare milik PT Energi Cahaya Industritama (PT ECI).

Balikpapantv.co.id, SAMARINDA- Permasalahan pertambangan, memang acap kali terjadi di Kaltim mulai era pengerukan batubara terjadi pasca kayu mulai habis. Hal inipun memicu berbagai polemik dan bencana berkepanjangan ditengah masyarakat. 

Apalagi, pasca galian tambang dibuat banyak yang tercatat hingga kini belum direklamasi oleh perusahaan tambang. Baik yang memiliki status sebagai PKP2B hingga yang hanya memiliki IUP biasa diberbagai perusahaan. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya kasus manusia meninggal di lubang tambang. Dari data yang ada menurut Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim, sudah ada 45 orang yang menjadi korban. 

Jatam pun mencatat, setidaknya di masa kepemimpinan Isran Noor dan Hadi Mulyadi ada 15 nyawa anak telah melayang di lubang bekas galian tambang. " Hal ini menjadi saksi bisu dari kebijakan yang gagal melindungi warga negara dan melanggar Hak Asasi Manusia, " Ucap Dinamisator Jatam Kaltim, Mareta Sari, kepada Sapos, Senin (14/8) kemarin. 

Adapun dari kejadian terakhir, pihaknya menyebut kasus lubang bekas galian tambang di Palaran pada 12 Agustus lalu. Dimana korban merupakan seorang anak bernama Andre yang baru berusia 11 tahun. Anak tersebut disebut menjadi korban keengganan pemerintah untuk menutup dan mengamankan bekas galian tambang.

Dari laporan Jatam,  awalnya Andre mengunjungi lokasi kolam bekas galian tambang bersama sembilan temannya. Lokasi tersebut terletak di RT 04 Kelurahan Handil Bakti, di kompleks perumahan Griya Handil Bakti. Namun, kunjungan itu berubah menjadi tragedi memilukan saat Andre ditemukan tenggelam dalam lubang bekas galian tambang. 

Pengakuan salah satu temannya mengungkap bahwa awalnya Andre berenang seorang diri dengan tujuan menyeberangi kolam tersebut. Namun, di tengah kolam, Andre mengalami kesulitan saat berenang. Teman-temannya yang bersaksi dalam momen mencekam tersebut, segera memberikan pertolongan tanpa ragu. Namun, upaya mereka untuk menyelamatkannya sia-sia, karena Andre akhirnya terjebak dan hilang di dalam lubang bekas galian tambang. 

Berdasarkan investigasi yang dilakukan JATAM Kaltim Tempat Kejadian Perkara (TKP) diduga merupakan lubang bekas galian tambang dari aktivitas tambang ilegal. Namun, lubang tersebut berada dalam konsesi seluas 1.977,33 Hektare milik PT Energi Cahaya Industritama (PT ECI).

Kejadian tragis ini menyoroti masalah serius dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan di Kaltim. Lubang bekas galian tambang yang seharusnya telah ditutup dengan benar dan diamankan ternyata tetap terbuka, menjadi perangkap mematikan bagi anak-anak yang tidak menyadari bahayanya.

"Kegagalan pemerintah dalam mengatasi aktivitas tambang ilegal dan menegakkan peraturan telah membiarkan lubang-lubang tersebut menjadi ancaman nyata bagi keselamatan masyarakat, " tegasnya. 

Munculnya catatan hitam PT Energi Cahaya Industritama (PT ECI), pemilik konsesi dari lubang tambang tempat kejadian, menunjukkan kurangnya tanggung jawab perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya. Kejadian sebelumnya pada tahun 2014 dan 2016 yang menelan tiga korban juga menunjukkan kelalaian yang sama.

Menurut Pasal 28I ayat (4) UUD 1945 dan Pasal 71 Undang-Undang 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, pemerintah memiliki kewajiban untuk menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia, termasuk keselamatan warga negaranya. Pengabaian terhadap keselamatan warga negara, terutama anak-anak, adalah pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia dan tanggung jawab negara.

"Kami mendesak pemerintah dan otoritas terkait untuk segera mengambil tindakan yang tegas dan efektif dalam menutup lubang-lubang bekas galian tambang, menegakkan peraturan, dan memastikan keamanan masyarakat," bebernya. 

Menurutnya tragedi-tragedi seperti ini tidak boleh diabaikan dan harus diambil sebagai pelajaran berharga tentang pentingnya perlindungan lingkungan dan keselamatan manusia.

Eta sapaannya juga menyebut bahwa harusnya Gubernur Kaltim bisa tegas menindak dan memberikan rasa aman kepada masyarakat. Bahkan satu nyawapun menjadi sangat berharga, meskipun industri ini mampu menyumbangkan dana bagi pemerintah. 

"Mereka tidak peduli dengan kasus ini, dari kepemimpinan sebelumnya juga sama, bahwa pemimpin tidak bergeming dengan kasus lingkungan, harusnya mereka yang maju paling depan, masa mereka takut sama pemerintah pusat atau perusahaan, lucu jika gubernur dan wakilnya takut, " tegasnya. 

Bahkan dengan tegas, Jatam menyebut dari 1404 PKP2B izin tidak ada yang melakukan reklamasi tambang. "Misalnya kaya KPC katanya reklamasi, nyatanya itu lebih kecil dari luasan mereka dan itu tidak sesuai. Sama dengan PT ECI ini mereka sepertinya tidak melakukan reklamasi sama sekali, " bebernya. 

Menurutnya, Pemerintah harus transparan juga terkait reklamasi tambang. Dimana jika perusahaan tidak sanggup, maka pemerintah bisa melakukan reklamasi melalui dana itu. "Ini kita harus lihat kemana dananya, kalau tidak disetorkan kenapa begitu, " ungkapnya. 

Sementara itu, Kepala Bidang Minerba, Dinas Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Kaltim, Sukariamat, menyebut bahwa pihaknya belum menerima laporan terkait kejadian anak tenggelam di lubang tambang Palaran yang diduga milik PT ECI tersebut. Namun Amat, sapaan akrabnya menyebut bahwa Jaminan Reklamasi wajib diberikan. Dan dari jaminan yang diberikan perusahaan wajib melakukan reklamasi. "Reklamasi itu wajib dilakukan perusahaan tambang, " bebernya. 

Namun dirinya pun masih menunggu laporan dari Inspektur Tambang terkait hal ini. Apakah kawasan ini memang masih aktif atau sudah tidak aktif berdasarkan amdal yang ada. "Jadi dari kroscek data inspektur tambang bisa dilihat nanti. Jadi sesuai aturan yang ada wajib direklamasi kalau itu tambang. Dan kalau IUP masih aktif dari kementrian ESDM yang memberikan sanksi nanti, " tegasnya. 

Jika diulik kembali, permasalahan yang berulang ini memang seakan tak akan berujung baik. Bahkan, dari beberapa upaya konfirmasi yang dilakukan awak media, selalu tak pernah mendapat jawaban puas.

Hal itu dibuktikan melalui wawancara yang dilakukan di kantor Gubernur Kaltim pada tahun 2018 bulan September, dimana saat itu sudah ada 30 korban lubang tambang, Isran Noor justru hanya menjawab dengan santai pertanyaan awak media. 

 "Oh gitu. Sikap apa? Oh, enggak masalah. Nasibnya kasihan. Ikut prihatin. Pastilah ikut prihatin," kata Isran saat itu. 

Ditanya soal upaya dia sebagai Gubernur, agar peristiwa itu tidak terulang lagi dan menelan korban jiwa berikutnya, Isran juga punya jawaban. "Korban jiwa itu di mana-mana terjadi. Ya namanya nasibnya dia, meninggalnya di kolam tambang. Kan gitu. Gitu aja, pihatin," sebut Isran.

Hal senada juga diungkapkannya pada 24 Mei 2019. Dimana  Isran Noor tidak menjawab awak media terkait meninggalnya anak dii lubang tambang. Justru yang terjadi sebaliknya malah mengembalikan pertanyaan. 

“Yang mengeluarkan izin tambang siapa?," ucap Gubernur Kaltim Isran Noor kala itu di Kantor Gubernur Kaltim. 

Dia menuturkan, seolah-olah, kalau ada korban meninggal dunia di kolam tambang batu bara itu harus tanggung jawab Gubernur Kaltim Isran Noor

"Seolah-olah gubernur yang bertanggungjawab karena mengeluarkan izin tambang di sana. Yang keluarkan izin lokasi tambang di daerah kota siapa,” katanya . 

Selain itu, Gubernur Kaltim Isran Noor juga menyampaikan bela sungkawa yang begitu mendalam atas jatuhnya korban di lubang tambang batu bara hingga sampai meninggal dunia. “Innalillahiwainnailaihiroji’un,” ujarnya.

Ditanya apakah sudah berkoordinasi dengan instansi level Pemprov  dengan pihak Pemkot Samarinda. Terkait hal ini, Gubernur Kaltim Isran Noor menyatakan, mengapa persoalan ini ditanyakan ke dirinya. "Kenapa ditanyakan ke Gubernur Kaltim Isran Noor. Silakan tanya kepada pihak yang mengeluarkan izin,” tegasnya saat itu. 

Hal inipun menuai berbagai protes publik dan aktivis. Bahkan menjadi sorotan nasional. Dimana kepemimpinan Isran dan Hadi dianggap sebagai kemunduran kebijakan yang tidak mengarah kepada masyarakat. 

Salah satunya ialah, dari Koalisi Masyarakat Sipil pada 3 November 2021. Dimana pihaknya menyebut bahwa Isran Noor dinobatkan sebagai "Gubernur Masa Bodoh" dalam kasus tambang di Kaltim. 

Pernyataan tersebut keluar dari koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari Jatam Kaltim, Pokja 30, Walhi Kaltim, Saksi Fakultas Hukum Unmul, dan LBH Samarinda. Para aktivis menilai, gubernur selama tiga tahun ini telah abai dan mendiamkan kejadian ini.

“Piagam penghargaan tersebut kami berikan di depan Kantor Gubernur Kaltim,” imbuh Pradarma Rupang, Dinamisator Jatam Kaltim kala itu. 

Ia menambahkan, ancaman lubang tambang masih menghantui. Di sekujur Kaltim, masih ada 1.735 lubang bekas tambang. Sementara itu, di Samarinda, ada 349 lubang bekas tambang yang dibiarkan menganga tanpa reklamasi dan pemulihan. Bekas galian ini terus menjadi bom waktu jika tak mendapat perhatian serta tindakan pemerintah.