Kaltim, Kapan Merdeka Dari Lubang Tambang?
Kalimantan Timur yang selalu membanggakan diri sebagai Provinsi Pioner yang mendapatkan pembayaran karbon lewat skema Forest Carbon Partnership Facility Carbon Fund (FCPF CF) ternyata tak mampu menurunkan resiko kematian anak-anak akibat tenggelam di lubang bekas tambang.

Kamis 17 Agustus 2023,19:58 WITA
Kaltim, Kapan Merdeka Dari Lubang Tambang?
Muhammad Rizki
balikpapantv.co.id,SAMARINDA- Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor yang dilantik pada tanggal 1 Oktober 2018 akan segera berakhir masa jabatannya. Selama 5 tahun kepemimpinan Isran Noor sebagai gubernur tercatat 15 anak kehilangan nyawanya akibat tenggelam di lubang bekas galian tambang yang tersebar di berbagai wilayah provinsi Kalimantan Timur.
Korban yang terakhir bernama Andre yang tenggelam di bekas lubang tambang yang berada dalam area konsesi PT. Energi Cahaya Industritama {ECI]. Namun lubang bekas tambang di wilayah kecamatan Palaran itu ditambang secara ilegal bukan oleh pemegang konsesi.
Tanggal 13 Agustus 2023 lalu, Adre bersama beberapa temannya bermain di lubang bekas tambang itu. Sempat berusaha ditolong oleh teman-temannya namun pegangannya terlepas hingga kemudian tenggelam dan ditemukan dalam kondisi meninggal beberapa jam kemudian.
Di seluruh penjuru Kalimantan Timur ada ribuan bekas lubang tambang. Dan lubang tambang baru terus bermunculan hingga dekat-dekat permukiman. Pemerintah daerah selalu berkilah tak bisa mencegah pertambangan ilegal dan menekan perusahaan untuk memulihkan lingkungan bekas lubang tambang karena kewenangan atas pertambangan diambil alih oleh pemerintah nasional.
Lubang tambang yang kerap kali tak jelas siapa yang bertanggungjawab, termasuk yang menjaga dan mengawasinya kemudian dimanfaatkan oleh masyarakat secara organik. Ada yang dijadikan tempat memelihara ikan, sumber air dan tempat pariwisata baik yang diusahakan atau tumbuh dengan sendirinya.
Lubang bekas tambang yang dioperasikan sebagai tempat wisata juga tak mampu mencegah timbulnya kurban. Bulan Juni lalu sebuah usaha daya tatik wisata yang memanfaatkan lubang bekas tambang yang dinamai Danur Dana juga menelan kurban jiwa. Aldiansyah, warga Manunggal Jaya, kecamatan Tenggarong Seberang yang berlibur dengan keluarganya tenggelam dan diketemukan dalam kondisi meninggal.
Kalimantan Timur yang selalu membanggakan diri sebagai Provinsi Pioner yang mendapatkan pembayaran karbon lewat skema Forest Carbon Partnership Facility Carbon Fund (FCPF CF) ternyata tak mampu menurunkan resiko kematian anak-anak akibat tenggelam di lubang bekas tambang.
Disebut sebagai Provinsi Hijau, berkontribusi pada pengurangan emisi global namun pertambangan baik legal maupun illegal tetap marak.
Memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke 78, Aksi Kamisan Kaltim mengadakan aksi ke Makroman, kawasan yang oleh Pemerintah Kota Samarinda selalu dibanggakan sebagai daerah lumbung padi. Persawahan di Makroman selalu dijadikan sebagai penyelenggaraan acara panen raya.
Namun ternyata penetapan Makroman sebagai daerah strategis untuk ketahanan pangan ternyata tak mampu mencegah penambangan liar. Meski pernah diblokir oleh warga dan dilaporkan kepada polisi namun ternyata penambang liar masih beroperasi kembali menggaruk perbukitan di sekitar area persawahan. Lokasi penambangan liar semakin dekat dengan permukiman warga, tampilan perbukitan yang dikeruk bisa dilihat dari jendela rumah warga.
Aksi Kamisan Kaltim menyesalkan operasi penambang liar yang mengancam area produktif masyarakat terutama persawahan. Mengingat sawah di Kota Samarinda semakin hari semakin cepat penurunan luasnya.
Tanpa sikap yang tegas dari pemerintah dan penegak hukum, kisah Makroman yang berisi perjuangan para petani membangun sawah dengan tenaga dan keringatnya sendiri akan segera berakhir menjadi sebuah cerita pilu. Makroman sebagai penghasil padi dan komoditas lainnya untuk menopang kebutuhan pangan warga kota Samarinda akan purna.
Cita-cita pemerintah dan masyarakat Kota Samarinda untuk membangun kotanya menjadi Kota Pusat Perabadaban juga tak akan pernah terwujud, sebab aktivitas tambang yang meraja lela, mendekati permukiman warga dan mengancam sumber kehidupan warga jelas membuktikan bahwa perilaku kebijakan, penegakan hukum dan pencarian pendapatan dilakukan secara nir adab. Bagaimana mungkin Samarinda akan menjadi Kota Pusat Peradaban jika dinamika sehari-harinya dicemari oleh perilaku-perilaku tidak beradab utamanya terhadap lingkungan hidup.