Dirut PLN Paparkan Inovasi dan Mengajak Kerja Sama Global di COP28 Dubai Demi Raih NZE Nasional 2060

Dalam sesi CEO Climate Talks di Indonesia Pavilion, Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menyoroti isu perubahan iklim sebagai masalah global. Setiap ton emisi CO2 di Dubai maupun di Jakarta akan menimbulkan dampak yang sama terhadap lingkungan. Oleh karena itu, satu-satunya cara untuk terus maju adalah melalui kolaborasi. Darmawan menekankan pentingnya transisi energi di Indonesia untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi yang pesat saat ini. Tujuan utamanya adalah menyediakan energi yang ramah lingkungan dan terjangkau.

Dirut PLN Paparkan Inovasi dan Mengajak Kerja Sama Global di COP28 Dubai Demi Raih NZE Nasional 2060
United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) Conference of the Parties ke-28 (COP28) di Dubai, Uni Emirat Arab pada 30 November - 12 Desember 2023.

balikpapantv.co.id,DUBAI- PT PLN (Persero) memperkuat kembali dedikasinya dalam transisi energi global pada United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) Conference of the Parties ke-28 (COP28) di Dubai, Uni Emirat Arab pada 30 November - 12 Desember 2023. Dalam acara ini, perusahaan menyoroti skema Accelerating Renewable Energy Development (ARED) sebagai tindakan agresif mendukung Pemerintah Indonesia mencapai Net Zero Emissions (NZE) pada 2060.

Sultan Ahmed Al Jaber, President Designate untuk COP28, menyadari tantangan implementasi nyata dari perjanjian dan komitmen negara-negara terkait transisi energi untuk mitigasi perubahan iklim. Oleh karena itu, peristiwa COP28 ini akan menegaskan pentingnya implementasi komitmen tersebut.

"Kita menyadari semua persoalan krusial dalam mitigasi iklim saat ini adalah kesenjangan antara negara maju dan negara berkembang. Pada COP28 kali ini kami mendorong implementasi yang jelas terhadap semua roadmap yang telah disepakati sejak Paris Agreement 2014 silam," tegas Ahmed Al Jaber pada Opening Ceremony COP28, Kamis (30/11).

Ahmed Al Jaber menyoroti tantangan infrastruktur dan keuangan yang dihadapi oleh negara-negara berkembang dalam mengikuti langkah negara maju dalam transisi energi. Oleh karena itu, komunitas global perlu mengembangkan kebijakan yang adil dan dapat diakses oleh semua golongan untuk mempercepat transisi energi.

Al Jaber menambahkan bahwa kebijakan tersebut akan memerlukan regulasi, peningkatan kapasitas, dan peluang untuk menuju kesetaraan. Mereka harus bekerja sama dan berdialog satu sama lain. Al Jaber menyoroti bahwa sudah terlalu banyak ketidakteraturan dan saling menyalahkan dalam mengatasi masalah ini.

Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Republik Indonesia, menegaskan keikutsertaan Indonesia dalam COP28 untuk memperkuat komitmen aksi perubahan iklim. Hingga tahun 2022, Indonesia berhasil mengurangi emisi sektor energi hingga 716 juta ton CO2. Ini merupakan hasil dari berbagai tindakan pengurangan emisi yang diterapkan di Indonesia, yang berhasil mengurangi emisi hingga 60%.

"Sekali lagi, saya tekankan bahwa pada COP28 prioritas kami adalah untuk menyoroti hasil-hasil utama dari aksi iklim Indonesia. Terutama untuk memastikan target reduksi emisi di tahun 2030, sehingga kami dapat mempertahankan kendali dan memainkan peran penting dalam mencapai NZE pada tahun 2060 atau lebih cepat," jelas Siti.

Dalam sesi CEO Climate Talks di Indonesia Pavilion, Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menyoroti isu perubahan iklim sebagai masalah global. Setiap ton emisi CO2 di Dubai maupun di Jakarta akan menimbulkan dampak yang sama terhadap lingkungan. Oleh karena itu, satu-satunya cara untuk terus maju adalah melalui kolaborasi.

Darmawan menekankan pentingnya transisi energi di Indonesia untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi yang pesat saat ini. Tujuan utamanya adalah menyediakan energi yang ramah lingkungan dan terjangkau.

"Transisi energi melalui percepatan pengembangan energi terbarukan juga merupakan peluang bagi kita untuk membangun kapasitas nasional, menciptakan lebih banyak lapangan kerja, memberikan kesejahteraan bagi masyarakat, mengentaskan kemiskinan dan pada saat yang sama juga menjaga kelestarian lingkungan," tegas Darmawan.

Dalam upaya untuk meningkatkan kapasitas pembangkit energi baru terbarukan (EBT) hingga 480 gigawatt pada tahun 2060, PLN merancang skema ARED. Rencana penambahan kapasitas pembangkit PLN sampai tahun 2040, akan berbasis 75% pada EBT dan 25% pada gas.

ARED akan menjadi agregator utama PLN dalam inovasi teknologi ramah lingkungan, seperti pembangunan Upper Cisokan pumped storage berkapasitas 1,040 MW dan PLTS Terapung Cirata berkapasitas 192 MWp di sektor pembangkitan.

PLN juga merencanakan pembangunan green enabling transmission line yang didukung dengan smart grid untuk menyalurkan listrik dari lokasi sumber EBT yang terpisah dan terisolir ke pusat beban di kota-kota besar. Darmawan merasa optimis bahwa upaya ini dapat mengatasi mismatch beban antar pulau yang mencapai 33 GW.

"Mengapa kita perlu mengembangkan infrastruktur ini? Karena hal ini penting untuk menjaga keseimbangan dalam sistem PLN begitu listrik EBT yang memiliki karakter intermittent masuk. Hal ini sekaligus memungkinkan kami meningkatkan kapasitas sistem dalam menampung listrik EBT dari tenaga angin dan surya hingga 28 GW," tambahnya.

PLN juga menjalin kolaborasi dengan pihak-pihak terkait untuk membangun pabrik solar PV, pasar karbon, dan infrastruktur kendaraan listrik.

Untuk transisi energi di sektor transportasi, PLN bekerja sama dengan 23 mitra industri otomotif untuk membangun 1.000 stasiun pengisian dan 1.900 pusat penggantian baterai secepatnya. Ini akan membantu mengurangi emisi di sektor transportasi dengan signifikan.

" Event seperti COP 28 ini memberi kita rasa bangga, meyakinkan kita bahwa komunitas global yang sebelumnya terfragmentasi telah bersatu. Di samping itu juga membuat kita percaya, apa pun tantangan yang ada di depan, kita mampu terus bergerak maju untuk memerangi perubahan iklim," pungkas Darmawan.

Simon Stiell, Executive Secretary of the United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), menjamin COP 28 akan memprioritaskan akses keadilan bagi semua orang. Menurutnya, agenda transisi energi harus dapat menjadi katalisator pertumbuhan ekonomi di setiap negara di dunia.

Stiell mengingatkan bahwa 3,6 miliar orang di dunia sangat rentan dan bergantung pada aksi iklim kita. Namun, dia juga melihat kesempatan besar dalam ekonomi hijau untuk menciptakan lapangan kerja baru, menjaga keamanan energi, dan memasok energi yang adil dan ramah lingkungan.(ADV)