Ada 40 Negara Yang Minat Gabung Ke BRICS,Lalu Bagaimana Arab Saudi dan Indonesia?

BRICS sebagai alternatif dari berbagai badan global yang didominasi kekuatan Barat.

Ada 40 Negara Yang Minat Gabung Ke BRICS,Lalu Bagaimana Arab Saudi dan Indonesia?
Suasana KTT BRICS yang digelar di Johannesburg, Afrika Selatan (Afsel), pada 22Agustus-24 Agustus.(Foto: jawapos.com)

Balikpapantv.co.id- Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS tengah berlangsung di Johannesburg, Afrika Selatan (Afsel), pada 22–24 Agustus. Selain anggota utama, yaitu Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afsel, hadir pula setidaknya 50 pemimpin negara lainnya. Mayoritas berkeinginan untuk bergabung dengan kelompok yang diinisiasi Rusia itu.

Dalam KTT tersebut, empat kepala negara anggota BRICS hadir secara langsung. Yakni, Presiden Afsel Cyril Ramaphosa, Perdana Menteri (PM) India Narendra Modi, Presiden Tiongkok Xi Jinping, dan Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva.

Adapun Presiden Rusia Vladimir Putin hadir melalui video call. Kehadirannya digantikan Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov.

Reuters melaporkan, ada lebih dari 40 negara yang ingin menjadi anggota BRICS. Di antaranya, Iran, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Argentina, Aljazair, Bolivia, Indonesia, Mesir, Ethiopia, Kuba, Republik Demokratik Kongo, Komoros, Gabon, dan Kazakhstan.

Mereka menilai BRICS sebagai alternatif dari berbagai badan global yang didominasi kekuatan Barat. Selain itu, keanggotaannya akan membuka banyak peluang dan manfaat. Termasuk pembiayaan pembangunan serta peningkatan perdagangan dan investasi.

Banyak negara berkembang yang mulai tidak puas dengan tatanan global. Pada situasi pandemi Covid-19 lalu misalnya. Negara-negara kaya yang didominasi Barat menimbun vaksin. Padahal, vaksin menjadi penyelamat banyak nyawa.

Duta Besar Afsel untuk Asia dan BRICS Anil Sooklal mengatakan, salah satu alasan negara-negara berbaris untuk bergabung adalah karena dunia yang sangat terpolarisasi. ’’Ia semakin terpolarisasi oleh perang Ukraina dan negara-negara itu dipaksa untuk memihak,’’ tegasnya.

Sebagian dari negara-negara yang ingin bergabung itu juga bermusuhan dengan Barat. Salah satunya Iran. Negara yang memiliki seperempat dari cadangan minyak di Timur Tengah tersebut mendapat banyak sanksi dari Amerika Serikat (AS).

Karena itu, Teheran sepertinya tidak sabar ingin segera bergabung ke BRICS. Mereka berharap agar mekanisme keanggotaan baru diputuskan secepatnya.

Arab Saudi yang juga penghasil minyak ikut tertarik masuk ke BRICS. Riyadh sudah berpartisipasi dalam acara bertajuk Friends of BRICS di Cape Town pada Juni lalu. Saudi mendapatkan dukungan dari Rusia dan Brasil untuk bisa bergabung. Demikian juga Argentina yang sudah mendapatkan dukungan resmi dari Tiongkok sejak Juli 2022.

Negara penghasil minyak dan gas lainnya yang ingin merapat ke BRICS adalah Aljazair. Negara itu sudah mengajukan permintaan untuk bergabung sejak Juli. Bahkan, ingin menjadi pemegang saham di Bank Pembangunan Baru, yang disebut Bank BRICS. Aljazair juga berharap dapat memperkuat kemitraan dengan Tiongkok dan negara lain.

Setali tiga uang, di lain pihak Tiongkok pun ingin membangun koalisi yang lebih banyak dengan negara-negara berkembang. Dengan demikian, dapat memperluas pengaruh Beijing dan memperkuat upayanya untuk bersaing dengan AS di panggung global.

’’Sistem pemerintahan global tradisional telah menjadi disfungsional, kekurangan, dan hilang dalam tindakan,’’ ujar Duta Besar Tiongkok untuk Afsel Chen Xiaodong seperti dikutip The Guardian. Menurut dia, BRICS kian menjadi kekuatan yang gigih dalam mempertahankan keadilan internasional.

Bergabung dengan BRICS memang menggiurkan. Lima negara anggota BRICS yang ada saat ini sudah mewakili sekitar 40 persen populasi dunia dan seperempat perekonomian global. Gabungan produk domestik bruto (PDB) mereka lebih besar daripada G7 dalam hal paritas daya beli. Secara nominal, negara-negara BRICS menguasai 26 persen dari PDB global.